Ilustrasi merokok. Foto: pixabay.com/ |
Merokok sambil berkendara masih menjadi kebiasaan yang sering ditemukan di jalanan Indonesia, termasuk Aceh. Meski terlihat sepele, kebiasaan ini memiliki dampak besar, baik terhadap keselamatan berkendara maupun lingkungan. Banyak yang belum menyadari bahwa aktivitas ini tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain di sekitarnya.
Dampak Merokok Sambil Berkendara
Sebuah penelitian di Italia tahun 2007 menunjukkan bahwa merokok sambil mengemudi lebih berbahaya daripada menggunakan telepon genggam. Aktivitas ini mengurangi konsentrasi pengemudi secara signifikan. Tidak hanya itu, bahaya lain seperti abu rokok yang berterbangan juga dapat mencederai pengendara lain. Puntung rokok yang dibuang sembarangan pun berpotensi menyebabkan kebakaran.
Salah satu insiden tragis terjadi di kawasan Lhoknga, Aceh Besar, pada Mei 2024. Dua hektare lahan hangus terbakar akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan. Ini menunjukkan bahwa dampaknya tidak hanya pada keselamatan individu, tetapi juga bisa memicu bencana yang merugikan masyarakat luas.
Kasus serupa juga terjadi di Pontianak. Seorang pengendara motor hampir mengalami kecelakaan karena terkena bara rokok yang dilempar sembarangan oleh pengemudi lain. Peristiwa ini bahkan hampir berujung pada bentrokan di jalanan, mencerminkan bagaimana kebiasaan merokok saat berkendara dapat memicu konflik sosial.
Risiko Bagi Pengendara Motor
Mayoritas pengendara di Indonesia adalah pengguna sepeda motor, yang membutuhkan fokus ekstra untuk menjaga kestabilan kendaraan. Asap rokok dari pengendara lain dapat mengganggu kenyamanan dan konsentrasi, terutama di area padat seperti lampu merah atau persimpangan jalan.
Abu rokok yang beterbangan juga bisa mengenai mata atau kulit pengendara lain, meningkatkan risiko kecelakaan. Meskipun insiden semacam ini jarang tercatat secara resmi, dampaknya nyata dirasakan oleh banyak pengguna jalan.
Regulasi yang Belum Tegas
Hukum Nasional Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan terkait konsentrasi pengemudi. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap pengemudi wajib berkendara dengan wajar dan penuh konsentrasi. Pelanggaran terhadap aturan ini diatur dalam Pasal 283, dengan ancaman hukuman kurungan tiga bulan atau denda hingga Rp750.000.
Sayangnya, pasal ini tidak secara spesifik menyebutkan bahwa merokok saat mengemudi termasuk pelanggaran yang mengganggu konsentrasi. Akibatnya, banyak pengendara yang tetap merokok tanpa khawatir akan sanksi hukum. Kelemahan dalam regulasi ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan lalu lintas yang aman dan teratur.
Pentingnya Qanun Khusus di Aceh
Aceh sebenarnya sudah memiliki Qanun Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun, regulasi ini hanya mencakup ruang publik seperti rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya. Kendaraan pribadi belum termasuk dalam cakupan aturan tersebut, meskipun risikonya tetap signifikan.
Dalam kendaraan, paparan asap rokok bisa meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama bagi anak-anak yang sistem imunnya masih rentan. Oleh karena itu, penerapan qanun khusus yang melarang merokok saat berkendara di Aceh menjadi langkah strategis untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Edukasi dan Pengawasan
Untuk menerapkan qanun ini dengan efektif, diperlukan edukasi kepada masyarakat. Kampanye sosial, ceramah agama, dan media massa dapat digunakan untuk menyampaikan pesan tentang bahaya merokok sambil berkendara. Pemerintah juga bisa melibatkan tokoh agama, lembaga kesehatan, dan komunitas masyarakat dalam upaya ini.
Pengawasan yang konsisten juga menjadi kunci keberhasilan regulasi ini. Pemerintah harus memastikan bahwa aturan tersebut dijalankan dengan baik di lapangan, misalnya melalui patroli lalu lintas atau pemasangan kamera pengawas.
Belajar dari Negara Lain
Beberapa negara telah berhasil menerapkan larangan merokok di kendaraan. Di Australia, semua provinsi melarang merokok di mobil yang membawa anak-anak. Di Amerika Serikat, tujuh negara bagian, termasuk California dan Vermont, memiliki regulasi serupa. Kebijakan ini tidak hanya melindungi kesehatan anak-anak tetapi juga mencegah gangguan konsentrasi yang dapat membahayakan pengemudi.
Aceh dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan regulasi di negara-negara tersebut. Dengan pendekatan yang komprehensif, Aceh bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat.***
Post a Comment